Tanggapan Mengenai Hak Cipta
Nama : Siti Istiqomah
NPM : 36410594
Tugas : Hukum Industri
A.
Sejarah Hak Cipta Di Indonesia
Sejarah hak
cipta di Indonesia dimulai pada tahun 1958, yaitu pada saat Perdana Menteri Djuanda menyatakan
Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa
memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar
royalti. Pada tahun 1982, pemerintah Indonesia mencabut
pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600
tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta,
yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang
tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987,
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor
19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
B.
Pengertian Hak
Cipta
Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku (Berdasarkan rumusan pasal 1 UHC Indonesia). Hal ini menunjukkan bahwa
hak cipta itu hanya dapat dimiliki oleh si pencipta atau si penerima hak. Hanya
namanya yang disebut sebagai pemegang hak khususnya yang boleh menggunakan hak
cipta dan ia dilindungi dalam penggunaan haknya terhadap subjek lain yang
menggangu atau yang menggunakannya tidak dengan cara yang diperkenankan oleh
aturan hukum.
Hak cipta
merupakan hak ekslusif, yang memberi arti bahwa selain pencipta maka orang lain
tidak berhak atasnya kecuali atas izin penciptanya. Hak itu muncul secara
otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan.
C.
Istilah-Istilah
Dalam Hak Cipta
a. Pencipta
Pencipta
adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya
lahirsuatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, cekatan ketrampilan
atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
b. Pemegang Hak Cipta
Pencipta
sebagai Pemilik Hak Cipta, atau orang yang menerima hak tersebut dari pencipta
atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas.
c. Ciptaan
Hasil setiap
karya Pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam
lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
D.
Hak-hak yang Tercakup Dalam Hak Cipta
Beberapa
hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak
untuk:
1.
Membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil
salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
2.
Menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kpada orang
atau pihak lain,
3.
Mengimpor dan mengekspor ciptaan,
4.
Menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan
(mengadaptasi ciptaan),
5.
Menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum.
Yang
dimaksud dengan “hak eksklusif” dalam hal ini adalah bahwa hanya
pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara
orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan
pemegang hak cipta. Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia,
hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk “kegiatan menerjemahkan,
mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan,
meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kpada publik, menyiarkan,
merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kpada publik melalui sarana apapun.
Selain
itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula “hak terkait”, yang
berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh
pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser
rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil
dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka
masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh,
seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara
nyanyiannya.
Hak-hak
eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dpt dialihkan, misalnya dengan
pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak
cipta dpt pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan
lisensi,
dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
E.
Prosedur
Pendaftaran Hak Cipta
Permohonan pendaftaran hak cipta diajukan kepada Menteri Kehakiman melalui
Derektorat Jendral HAKI dengan surat rangkap dua, ditulis dalam bahasa
Indonesia di atas kertas polio berganda. dalam surat permohonan itu tertera:
a) Nama,
kewarganegaraan, dan alamat pencipta.
b) Nama, kewarganegaraan,
dan alamat pemegang hak cipta.
c) Nama,
kewarganegaraan, dan alamat kuasa.
d) Jenis dan
judul ciptaan.
e) Tanggal dan
tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali.
f) Uraian
ciptaan rangkap tiga.
Apabila surata
permohonan pendaftaran ciptaan telah memenuhi syarat-syarat tersebut,
ciptaan yang
dimohonkan pendaftarannya didaftarkan oleh Direktorat Hak Cipta, Paten, dan
Merek dalam daftar umum ciptaan dengan menerbitkan surat pendaftaraan ciptaan
dalam rangkap 2. Kedua lembaran tersebut ditandatangi oleh Direktur Jendral
HAKI atau pejabat yang ditunjuk, sebagai bukti pendaftaran, sedangkan lembar
kedua surat pendaftaran ciptaan tersebut beserta surat permohonan pendaftaran
ciptaan dikirim kepada pemohon dan lembar pertama disimpan di Kantor Direktorat
Jendral HAKI.
F.
Jangka
Waktu Perlindungan Hak Cipta
Jangka waktu:
a) Ciptaan
buku, ceramah, alat peraga, lagu, drama, tari, seni rupa, arsitektur, peta,
seni batik
terjemahan,
tafsir, saduran, berlaku selama hidup Pencipta ditambah 50 tahun setelah
Pencipta
meninggal dunia.
b) Ciptaan
program komputer, sinematografi, fotografi, database, karya hasil
pengalihwujudan
berlaku selama
50 tahun sejak pertama kali diumumkan.
c) Ciptaan
atas karya susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, berlaku selama 25
tahun
sejak pertama
kali diterbitkan.
d) Ciptaan
yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 tahun sejak
pertama kali
diumumkan.
e) Ciptaan
yang dipegang atau dilaksanakan oleh Negara berdasarkan : Ketentuan Pasal 10
Ayat (2) huruf b, berlaku tanpa batas.
G. Tanggapan Tentang Studi Kasus Hak Cipta
Penjiplakan Batik Antara Sesama Pengrajin.
Penjiplakan dalam membuat karya seni
batik ataupun karya seni lainnya
pada umumnya mempunyai alasan yang mendasari mereka melakukan hal tersebut.
Banyak alasan yang mendasari mereka melakukan hal tersebut, seperti minimnya
wawasan mengenai pentingnya pendaftaran hak cipta, mahalnya biaya hak cipta
yang menjadi pertimbangan mereka dalam melakukan pendaftaran hak cipta. Karena
menurut saya sebagai masyarakat yang ikut merasakan dampak kenaikan harga yang
semakin hari semakin menggila maka, secara otomatis masyarakt kita akan lebih
mengutamakan kebutuhan primer mereka. Memang tidak bisa di salahkan pemerintah
dalam membut kebijakan yang serba berduit dengan kata lain tidak gratis. Oleh karena itu banyak
terjadi peristiwa ataupun kasus penjiplakan
dengan meniru motif batik yang dibuat oleh sesama pengrajin. Seharusnya kasus
tersebut memang tidak seharusnya terjadi, karena seharusnya sesama pengrajin
batik harus saling mengisi untuk membuat batik menjadi lebih besar nama,
kualitas dan mutunya.
Diperlukan suatu himbauan yang nyata dan terperinci yang harus dilakukan
oleh segenap intansi yang terkait untuk melakukan perubahan yang signifikan,
bukan hanya dari omongan tetapi
tindakan. Masalah ini dapat dijadikan pembelajaran untuk kita sebagai
masyarakat indonesia untuk terus melestarikan budaya bangsa dan menghargai
karya setiap insan bangsa untuk terus memajukan bangsa indonesia. Karena bangsa
yang besar adalah bangsa yang menghargai bukan hanya para pahlawanya saja akan
tetapi juga warisan yang diturunkan kepada kita untuk terus senantiasa menjaga
dan melestarikannya sebagai bentuk rasa terimakasih atas apa yang telah
diberikan dan dianugerahkan. Terimkasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar